Digitalisasi di Jalan: Bagaimana E-Tilang Mengubah Wajah Pengaturan Lalu Lintas
Dalam era yang serba terkoneksi ini, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah mengambil langkah maju yang signifikan untuk menciptakan tata tertib berlalu lintas yang lebih transparan dan efisien. Perubahan fundamental ini terwujud melalui implementasi sistem Tilang Elektronik atau E-Tilang (Electronic Traffic Law Enforcement – ETLE). Adopsi teknologi ini merupakan manifestasi nyata dari Digitalisasi di Jalan, yang bertujuan untuk mengurangi praktik korupsi, menghilangkan interaksi tatap muka yang rentan, serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat secara keseluruhan. Sejak pertama kali diluncurkan secara nasional pada tahun 2021, sistem ETLE telah menjadi tonggak sejarah baru dalam penegakan hukum lalu lintas, mengubah metode pengawasan yang semula bergantung pada kehadiran petugas menjadi pengawasan berbasis kamera berakurasi tinggi selama 24 jam sehari.
Sistem ETLE bekerja dengan memanfaatkan jaringan kamera pengawas canggih yang dipasang di berbagai titik strategis, termasuk persimpangan, ruas jalan tol, dan kawasan tertib lalu lintas. Kamera-kamera ini secara otomatis merekam dan memverifikasi jenis-jenis pelanggaran, mulai dari tidak menggunakan sabuk pengaman, menggunakan ponsel saat berkendara, melanggar marka jalan, hingga menerobos lampu merah. Setelah pelanggaran terdeteksi, sistem akan mencocokkan nomor polisi kendaraan dengan data registrasi kendaraan di Pusat Data Korlantas Polri. Proses identifikasi pelanggaran dan pemilik kendaraan ini dilakukan secara cepat dan akurat, yang merupakan keunggulan utama dari Digitalisasi di Jalan.
Dampak dari sistem ETLE terasa signifikan pada tingkat transparansi dan akuntabilitas. Dengan tidak adanya interaksi langsung antara pelanggar dan petugas, potensi negosiasi atau praktik pungutan liar (pungli) dapat dieliminasi secara efektif. Setelah pelanggaran terekam, surat konfirmasi akan dikirimkan ke alamat pemilik kendaraan. Dalam surat tersebut, akan disertakan detail pelanggaran, barang bukti berupa foto atau video, serta link untuk konfirmasi. Pelanggar kemudian diberikan waktu tertentu—misalnya, 5 hari kerja sejak surat dikirimkan pada hari Senin—untuk melakukan konfirmasi secara daring (online) melalui laman resmi ETLE. Jika pelanggar tidak melakukan konfirmasi dalam batas waktu yang ditentukan, STNK kendaraan akan diblokir sementara (Blokir Otomatis), yang merupakan konsekuensi langsung dari penerapan Digitalisasi di Jalan yang ketat ini.
Menurut data yang dirilis oleh Divisi Humas Polri pada laporan 3 Mei 2024, tercatat bahwa dalam periode tiga bulan terakhir, lebih dari 2,5 juta pelanggaran telah terdeteksi dan diproses melalui sistem ETLE di seluruh wilayah hukum Indonesia. Angka ini membuktikan efisiensi sistem dalam mendeteksi dan memproses kasus dalam volume besar tanpa henti. Lebih lanjut, sistem ETLE juga berperan dalam penegakan hukum terhadap kendaraan yang menggunakan pelat nomor palsu atau tidak sesuai. Setiap mobil atau motor yang melanggar dan ternyata memiliki ketidakcocokan data registrasi akan menjadi target prioritas penindakan lebih lanjut oleh Satuan Unit Reserse.
Pada akhirnya, perubahan yang dibawa oleh Digitalisasi di Jalan melalui ETLE bukan hanya tentang penindakan, tetapi juga tentang pembentukan budaya tertib lalu lintas yang didasarkan pada kesadaran. Dengan mengetahui bahwa pengawasan kamera selalu aktif, pengendara didorong untuk disiplin dan patuh secara mandiri, bukan karena takut pada kehadiran petugas. Hal ini secara bertahap menumbuhkan kesadaran bahwa keselamatan dan ketertiban adalah tanggung jawab bersama, demi menciptakan lingkungan berkendara yang lebih aman dan teratur di seluruh Indonesia.
