Senyum di Balik Seragam: Mengapa Pelayanan Publik Humanis Jadi DNA Polisi Masa Kini

Admin/ Oktober 6, 2025/ Polisi

Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah mengalami transformasi signifikan, bergeser dari sekadar penegak hukum yang berjarak menjadi mitra yang dekat dengan masyarakat. Inti dari perubahan ini adalah penanaman Pelayanan Publik Humanis sebagai filosofi dan praktik sehari-hari. Konsep ini bukan hanya tuntutan dari reformasi birokrasi, melainkan kebutuhan mendasar untuk membangun kepercayaan publik (public trust) yang sempat tergerus. Di era digital dan keterbukaan informasi, setiap interaksi antara petugas dan warga negara menjadi sorotan, menjadikan kualitas layanan sebagai barometer utama keberhasilan institusi. Hal ini tercermin jelas dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor: Kep/123/III/2024, yang ditetapkan pada Rabu, 6 Maret 2024, yang menekankan pentingnya pendekatan empatik dan non-diskriminatif dalam setiap lini pelayanan, mulai dari penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) hingga penanganan laporan kriminal.

Penerapan Pelayanan Publik Humanis berakar pada pemahaman bahwa setiap warga negara yang berurusan dengan kepolisian, baik sebagai pelapor, korban, maupun pemohon layanan, berada dalam situasi yang rentan atau membutuhkan kepastian. Pendekatan ini menuntut petugas untuk tidak hanya menjalankan prosedur, tetapi juga menunjukkan empati, mendengarkan dengan sabar, dan memberikan solusi yang jelas tanpa kesan berbelit-belit. Sebagai contoh nyata, di Unit Pelayanan Terpadu Polres Metro Jakarta Selatan, terdapat program “Senyum Pagi” yang mewajibkan semua petugas menyambut pemohon dengan sapaan ramah dan senyum sejak pukul 07.30 WIB setiap harinya. Inisiatif kecil ini, menurut survei internal yang dilakukan pada Jumat, 13 September 2024, berhasil meningkatkan indeks kepuasan masyarakat terhadap layanan kepolisian di unit tersebut sebesar 15% dalam waktu enam bulan.

Lebih lanjut, implementasi Pelayanan Publik Humanis juga mencakup aspek keadilan dan kesetaraan. Petugas diwajibkan menjamin bahwa tidak ada pungutan liar (pungli) dan bahwa semua prosedur layanan transparan dan mudah diakses. Transparansi ini didukung oleh sistem pengawasan internal yang ketat dan mekanisme pengaduan yang mudah. Di Polda Jawa Tengah, misalnya, terdapat Satuan Tugas Khusus Anti-Pungli yang bertugas melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada unit-unit layanan publik. Dalam periode Januari hingga April 2025, Satgas ini telah menindak dua belas oknum petugas yang terbukti melanggar kode etik dan menyalahgunakan wewenang, menegaskan komitmen institusi terhadap layanan yang bersih.

Kesuksesan Polri di masa kini tidak diukur hanya dari seberapa banyak kasus yang berhasil diungkap, melainkan dari seberapa besar masyarakat merasa aman, nyaman, dan dihargai saat berinteraksi dengan petugas. Penanaman nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap pelatihan dan pendidikan kepolisian menjadi investasi jangka panjang dalam mewujudkan Pelayanan Publik Humanis seutuhnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri, Irjen. Pol. Dr. Bambang Sudaryono, M.H., dalam konferensi pers pada Kamis, 15 Mei 2025, di Mabes Polri, bahwa “Senyum petugas adalah cerminan dari keamanan negara. Kami ingin setiap warga melihat polisi bukan sebagai sosok yang ditakuti, melainkan sebagai pelindung dan pengayom.” Filosofi ini mengubah seragam polisi dari simbol kekuasaan menjadi simbol pelayanan.

Share this Post